Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melaksanakan amanat dari Pemerintah RI untuk melakukan konvergensi standar akuntansi nasional ke standar akuntansi internasional. Standar akuntansi internasional yang dimaksud adalah standar yang dikembangkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Dengan demikian, arah standar akuntansi berubah dari yang semula berkiblat ke United States Generally Accepted Accounting Standard Principle (US GAAP) ke IFRS. Konvergensi IFRS tersebut diharapkan dapat (1) Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability), (2) Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi, (3) Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, (4) Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Untuk dapat mencapai hal-hal yang diharapkan tersebut, Dewan Standar IAI telah menyusun roadmap konvergensi IFRS sebagai berikut: (1) Tahap adopsi (2008- 2010) dengan agenda mengadopsi seluruh IFRS ke PSAK, mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan, dan mengevaluasi dan mengelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku; (2) Tahap persiapan akhir (2011) dengan agenda menyelesaikan persiapan infrastruktur yang diperlukan dan menerapkan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS; (3) Tahap implementasi (2012) dengan agenda menerapkan PSAK berbasis IFRS secara bertahap dan mengevaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Standar akuntansi internasional merupakan satu standar yang diharapkan menjadi standar dengan kualitas andal dan mempunyai banyak manfaat. Salah satu manfaat pentingnya yaitu meningkatkan kemampuan daya banding laporan keuangan terutama laporan keuangan perusahaan multinasional (Saudagaran, 2001). Beberapa manfaat lain dari standar akuntansi internasional menurut Ball adalah bahwa suatu standar akuntansi internasional dapat membuka kemungkinan perbandingan laporan keuangan antar Negara, meningkatkan transparansi dalam pelaporan keuangan, mengurangi biaya informasi, dan menekan informasi yang tidak simetris (Ball, R., 2006). Terlebih lagi untuk Negara berkembang, yang belum mampu untuk membuat standar akuntansi yang kuat, adopsi standar akuntansi internasional dapat memperkuat kemampuan kompetitif dalam pasar modal (Peavy & Webster, 1990).
Namun, adopsi standar akuntansi internasional juga mempunyai isu kontroversial, seperti dalam penelitian Choi yang menyimpulkan bahwa adopsi standar akuntansi internasional hanya akan bermanfaat untuk perusahaan multinasional, sedangkan untuk perusahaan dengan skala yang lebih kecil, standar tersebut tidak akan banyak bermanfaat dan justru memberatkan (Choi & Meek, 2005). Penelitian lain mengindikasikan bahwa Negara yang kemungkinan besar akan berhasil dalam adopsi standar akuntansi internasional adalah Negara yang mempunyai pasar modal yang kuat dengan akuntansi berbasis Anglo-American (Zeghal & Mhedhbi, 2006). Hambatan lain dari adopsi standar akuntansi internasional adalah bahwa keseragaman penerapan standar akuntansi yang sulit karena setiap perusahaan mempunyai tujuan dan strategi yang berbeda, kebijakan investasi dan pembiayaan serta situasi politik yang berbeda pula (Ball, R., 2006). Lebih lanjut, seperti diketahui standar akuntansi internasional dikembangkan di negara-negara maju yang akan lebih cocok untuk pengambilan keputusan di negara maju, dan belum tentu akan cocok jika diterapkan untuk pengambilan keputusan pada negara berkembang (Perera, 1989a)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan entitas yang wajib menerapkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya konvergensi standar akuntansi Indonesia dengan standar akuntansi internasional, BUMN akan menerapkan standar akuntasi hasil konvergensi dengan standar akuntansi internasional dalam laporan keuangannya. Salah satu standar akuntansi internasional yang diadopsi oleh IAI adalah PSAK yang diadopsi dari IAS 41 terkait dengan agriculture. BUMN berbasis agrikultur diharapkan dapat menerapkan IAS ini, salah satunya adalah BUMN Perkebunan yang meliputi PTPN I-XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia. BUMN-BUMN tersebut bekerjasama untuk membuat Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan yang mendasarkan pada PSAK adopsi IFRS yang baru dengan menerbitkan Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan berbasis IFRS.
Adopsi IFRS bukanlah pilihan bagi Indonesia, tapi keharusan, mengapa? Karena Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesiasebagai anggota G20 forum. Menyikapi hal tersebut, BUMN perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN)XIV ditambah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sepakat bersinergimengimplementasikan IFRS dalam pelaporan keuangan yang sudah mulaidiberlakukan secara bertahap dalam laporan keuangan tahun 2011, dan akandiberlakukan secara penuh dalam laporan keuangan tahun 2012.
Walau dalam prosesnya penyusunan Buku Pedoman Akuntansi Perkebunan Berbasis International Financial Reporting Standards (IFRS) terdapat berbagai kendala terutama diversitas laporan keuangan yang berbeda di setiap BUMNPerkebunan, namun penyusunan buku pedoman tersebut dapat diselesaikan sebelum batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012.Buku Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan berbasis IFRS tersebutdiharapkan akan meningkatkan posisi BUMN Indonesia sebagai BUMN yang bisa dipercaya di Indonesia bahkan dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada stakeholders-nya yang lebih baik dan konsisten.
Demikian tulisan ini saya susun dari berbagai sumber, semoga dapat bermanfaat dan dapat menambah informasi kita tentang penerapan akuntansi internasional pada BUMN khususnya BUMN Perkebunan. Terima Kasih

Sumber :
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
dedew © 2013. All Rights Reserved. Share on Blogger Template Free Download. Powered by Blogger
Top